Ada lima masalah paling utama yang dihadapi para
guru agama
dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada sekolah seperti diuraikan berikut :
1. Masalah
peserta didik. Peserta didik dalam
suatu lembaga pendidikan tentu berasal dari latar belakang
kehidupan beragama yang berbeda-beda.
Ada siswa yang berasal dari keluarga yang taat beragama, namun ada juga yang berasal dari keluarga yang
kurang taat beragama, dan bahkan ada yang berasal dari keluarga yang tidak peduli dengan agama.
Bagi anak didik yang berasal dari keluarga yang kurang taat atau tidak peduli sama sekali terhadap agama,
perlu perhatian yang serius.
Sebab jika tidak, maka anak didik tidak akan peduli terhadap pendidikan agama, lebih parah lagi mereka
menganggap remeh pendidikan agama. Sikap ini akan sangat berbahaya, kendatipun demikian, tentu ada
faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik seperti; minat belajar, keluarga, lingkungan, dan
lain sebagainya.
kehidupan beragama yang berbeda-beda.
Ada siswa yang berasal dari keluarga yang taat beragama, namun ada juga yang berasal dari keluarga yang
kurang taat beragama, dan bahkan ada yang berasal dari keluarga yang tidak peduli dengan agama.
Bagi anak didik yang berasal dari keluarga yang kurang taat atau tidak peduli sama sekali terhadap agama,
perlu perhatian yang serius.
Sebab jika tidak, maka anak didik tidak akan peduli terhadap pendidikan agama, lebih parah lagi mereka
menganggap remeh pendidikan agama. Sikap ini akan sangat berbahaya, kendatipun demikian, tentu ada
faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik seperti; minat belajar, keluarga, lingkungan, dan
lain sebagainya.
2.
Masalah
lingkungan belajar.
Di era multi peradaban dan tekhnologi dan
informasi yang tidak dicegah kebeadaannya menyebabkan semua itu mempengaruhi
psikologis lingkungan belajar, baik siswa, tenaga pendidik dan kependidikan
serta stekholder setiap lembaga pendidikan.
Pengaruh dari lingkungan belajar yang
tidak kondusif ini sangat mempengaruhi minat belajar, dekadensi moral, serta
menimbulkan kekhawatiran para orangtua siswa dan masyarakat terhadap pendidikan
anak-anak mereka khususnya kebiasaan beragama mereka dalam kehidupan
sehari-hari.
3.
Masalah
Kompetensi Guru.
Pada dasarnya guru adalah tenaga pengajar
sekaligus tenaga pendidik profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan latihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, Sesuai UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 39 ayat 2.
Dalam perspektif pendidikan Agama Islam di
Sekolah, guru seringkali mengalami kendala dalam menanamkan pembiasaan ajaran
Islam di sekolah. Hal ini semata-mata disebabkan karena guru tidak memiliki
kempetensi yang matang, serta juga tidak didukung oleh penguasaan konsep
internalisasi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum oleh guru-guru bidang
studi lainnya.
4.
Masalah
Metode.
Metode adalah cara atau strategi bahkan juga pendekatan yang dikuasai pendidik untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik sehingga sasaran yang diharapkan dapat tercapai. Banyak sekali metode
pendidikan yang dapat dilakukan atau diterapkan dalam menyampaikan pembelajaran
pendidikan agama. Tetapi sangat disayangkan bahwa masih banyak guru
agama yang tidak menguasai berbagai metode pembelajaran aktif yang sebenarnya
bisa dipakai dalam menyajikan pelajaran pendidikan agama. Agar pendidikan agama dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan,
maka setiap guru agama harus mengetahui dan menguasai berbagai metode
pembelajaran dan pendekatan. Namun pada kenyataannya, pelajaran pendidikan agama di sekolah
masih dominan menggunakan metode ceramah.
5.
Masalah
evaluasi.
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan
pembelajaran yang sangat penting. Dengan evaluasi, guru dapat mengukur tingkat
keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Evaluasi yang baik adalah evaluasi
yang dapat mengukur segi kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Kebanyakan
evaluasi yang dilakukan selama ini hanyalah mengukur kognitif siswa saja,
sedang afektif dan psikomotoriknya terabaikan. Hasil evaluasi kognitif tersebut
dimasukkan ke dalam raport siswa, maka kemungkinan akan terjadi penilaian yang
kurang obyektif. Adakalanya siswa yang rajin beribadah lebih rendah nilainya
daripada siswa yang malas beribadah. Seharusnya kegiatan evaluasi disusun
secara sistematis dan lengkap oleh guru pendidikan agama Islam. Selain tes
tulis, tes lisan dan praktik yang dilakukan sebagai alat evaluasi, maka skala
sikap diperlukan untuk mengevaluasi sikap beragama peserta didik. Namun
kenyataannya masih banyak guru pendidikan agama Islam yang belum menguasai
teknik evaluasi pendidikan agama Islam secara benar.
Mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi guru agama
dalam kegiatan Pendidikan Agama Islam pada sekolah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Guru sebagai
pilar penting dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran perlu mendapat perhatian
dari semua kalangan, baik pemerintah, tokoh pendidikan serta masyarakat lainnya
yang bergerak di bidang pendidikan. Lembaga Pendidikan Tinggi yang mengelola
fakultas ilmu keguruan dan pendidikan baik lembaga pendidikan tinggi umum
maupun lembaga pendidikan tinggi agama (IAIN) perlu menyiapkan sebuah konsep
kurikulum yang bertujuan menyiapkan tenaga pendidik (guru) yang benar-benar
siap pakai di semua jenjang pendidikan di Indonesia. Dewasa ini sangat hangat
dibicarakan tentang profesionalisme guru atau yang sering kita dengar dengan
sertifikasi guru. Kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru merupakan
kebijakan fenomenal. Disatu sisi kebijakan tersebut memberikan angin segar bagi
para guru karena dengan itu guru menerima penghasilan tambahan satu kali gaji
pokok. Tetapi pada kenyataannya, guru yang sudah lulus sertifikasi seringkali
tidak melaksanakan tupoksinya secara baik dan bertanggung jawab, sehingga bisa
dikatakan bahwa kebijakan pemerintah tersebut menghabiskan anggaran negara yang
begitu besar dan hasilnya tidak maksimal.
Kalaulah
pendidikan tinggi dapat mengakomodir kebijakan pemerintah dalam rangka
menyiapkan tenaga pendidik profesional, yang dimulai dari seleksi penerimaan
mahasiswa baru, proses pendidikan sampai mahasiswa tersebut menyelesaikan
studinya benar-benar mengusai bidang-bidang pendidikan yang ditekuninya. Pada
akhirnya pendidikan tinggi pun dapat mengeluarkan dan memberikan sertifikat
mengajar profesional. Jadi beban pemerintah pun akan berkurang dari segi
pembiayaan.
Sebagai penutup dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa keberhasilan
lembaga pendidikan
Islam di Indonesia dan kegiatan Pendidikan Agama Islam
pada sekolah adalah tergantung pada
itikad baik dari
komponen-komponen terkait seperti Pemerintah, lembaga sekolah, guru, siswa, orang tua dan
masyarakat, masing-masing harus memahami tujuan akhir dari pembelajaran
pendidikan Islam itu. Dengan demikian apapun kebijakan pemerintah akan dapat
direalisasikan di lembaga pendidikan, dan dengan potensi yang matang guru
berperan sebagai penyalur minat siswa yang tinggi dan menjadi pendorong terwujudnya sasaran
pembelajaran, dukungan orang tua sebagai pengontrol keberhasilan peserta didik
di luar lingkungan sekolah, peran serta dan kepedulian masyarakat menjadi wadah
evaluasi dalam mengaplikasikan hasil pendidikan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar