Pages

Ads 468x60px

Sample text

Minggu, 26 Agustus 2012

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (Artikel)


Ada lima masalah paling utama yang dihadapi para guru agama dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada sekolah seperti diuraikan berikut :
1. Masalah peserta didik. Peserta didik dalam suatu lembaga pendidikan tentu berasal dari latar belakang 
kehidupan beragama yang berbeda-beda. 
Ada siswa yang berasal dari keluarga yang taat beragama, namun ada juga yang berasal dari keluarga yang 
kurang taat beragama, dan bahkan ada yang berasal dari keluarga yang tidak peduli dengan agama.
Bagi anak didik yang berasal dari keluarga yang kurang taat atau tidak peduli sama sekali terhadap agama, 
perlu perhatian yang serius. 
Sebab jika tidak, maka anak didik tidak akan peduli terhadap pendidikan agama, lebih parah lagi mereka
menganggap remeh pendidikan agama. Sikap ini akan sangat berbahaya, kendatipun demikian, tentu ada
faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik seperti; minat belajar, keluarga, lingkungan, dan
lain sebagainya.
2.      Masalah lingkungan belajar.
Di era multi peradaban dan tekhnologi dan informasi yang tidak dicegah kebeadaannya menyebabkan semua itu mempengaruhi psikologis lingkungan belajar, baik siswa, tenaga pendidik dan kependidikan serta stekholder setiap lembaga pendidikan.
Pengaruh dari lingkungan belajar yang tidak kondusif ini sangat mempengaruhi minat belajar, dekadensi moral, serta menimbulkan kekhawatiran para orangtua siswa dan masyarakat terhadap pendidikan anak-anak mereka khususnya kebiasaan beragama mereka dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Masalah Kompetensi Guru.
Pada dasarnya guru adalah tenaga pengajar sekaligus tenaga pendidik profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan latihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, Sesuai UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2. 
Dalam perspektif pendidikan Agama Islam di Sekolah, guru seringkali mengalami kendala dalam menanamkan pembiasaan ajaran Islam di sekolah. Hal ini semata-mata disebabkan karena guru tidak memiliki kempetensi yang matang, serta juga tidak didukung oleh penguasaan konsep internalisasi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum oleh guru-guru bidang studi lainnya.
4.      Masalah Metode.
Metode adalah cara atau strategi bahkan juga pendekatan yang dikuasai pendidik untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik sehingga sasaran yang diharapkan dapat tercapai.  Banyak sekali metode pendidikan yang dapat dilakukan atau diterapkan dalam menyampaikan pembelajaran pendidikan agama. Tetapi sangat disayangkan bahwa masih banyak guru agama yang tidak menguasai berbagai metode pembelajaran aktif yang sebenarnya bisa dipakai dalam menyajikan pelajaran pendidikan agama. Agar pendidikan agama dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan, maka setiap guru agama harus mengetahui dan menguasai berbagai metode pembelajaran dan pendekatan. Namun pada kenyataannya, pelajaran pendidikan agama di sekolah masih dominan menggunakan metode ceramah.
5.      Masalah evaluasi.
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan pembelajaran yang sangat penting. Dengan evaluasi, guru dapat mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Evaluasi yang baik adalah evaluasi yang dapat mengukur segi kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Kebanyakan evaluasi yang dilakukan selama ini hanyalah mengukur kognitif siswa saja, sedang afektif dan psikomotoriknya terabaikan. Hasil evaluasi kognitif tersebut dimasukkan ke dalam raport siswa, maka kemungkinan akan terjadi penilaian yang kurang obyektif. Adakalanya siswa yang rajin beribadah lebih rendah nilainya daripada siswa yang malas beribadah. Seharusnya kegiatan evaluasi disusun secara sistematis dan lengkap oleh guru pendidikan agama Islam. Selain tes tulis, tes lisan dan praktik yang dilakukan sebagai alat evaluasi, maka skala sikap diperlukan untuk mengevaluasi sikap beragama peserta didik. Namun kenyataannya masih banyak guru pendidikan agama Islam yang belum menguasai teknik evaluasi pendidikan agama Islam secara benar.

            Mengatasi berbagai masalah yang dihadapi guru agama dalam kegiatan Pendidikan Agama Islam pada sekolah dapat dirumuskan sebagai berikut :
Guru sebagai pilar penting dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran perlu mendapat perhatian dari semua kalangan, baik pemerintah, tokoh pendidikan serta masyarakat lainnya yang bergerak di bidang pendidikan. Lembaga Pendidikan Tinggi yang mengelola fakultas ilmu keguruan dan pendidikan baik lembaga pendidikan tinggi umum maupun lembaga pendidikan tinggi agama (IAIN) perlu menyiapkan sebuah konsep kurikulum yang bertujuan menyiapkan tenaga pendidik (guru) yang benar-benar siap pakai di semua jenjang pendidikan di Indonesia. Dewasa ini sangat hangat dibicarakan tentang profesionalisme guru atau yang sering kita dengar dengan sertifikasi guru. Kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru merupakan kebijakan fenomenal. Disatu sisi kebijakan tersebut memberikan angin segar bagi para guru karena dengan itu guru menerima penghasilan tambahan satu kali gaji pokok. Tetapi pada kenyataannya, guru yang sudah lulus sertifikasi seringkali tidak melaksanakan tupoksinya secara baik dan bertanggung jawab, sehingga bisa dikatakan bahwa kebijakan pemerintah tersebut menghabiskan anggaran negara yang begitu besar dan hasilnya tidak maksimal.
Kalaulah pendidikan tinggi dapat mengakomodir kebijakan pemerintah dalam rangka menyiapkan tenaga pendidik profesional, yang dimulai dari seleksi penerimaan mahasiswa baru, proses pendidikan sampai mahasiswa tersebut menyelesaikan studinya benar-benar mengusai bidang-bidang pendidikan yang ditekuninya. Pada akhirnya pendidikan tinggi pun dapat mengeluarkan dan memberikan sertifikat mengajar profesional. Jadi beban pemerintah pun akan berkurang dari segi pembiayaan.
Sebagai penutup dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa keberhasilan lembaga pendidikan Islam di Indonesia dan kegiatan Pendidikan Agama Islam pada sekolah adalah tergantung pada itikad baik dari komponen-komponen terkait seperti Pemerintah, lembaga sekolah, guru, siswa, orang tua dan masyarakat, masing-masing harus memahami tujuan akhir dari pembelajaran pendidikan Islam itu. Dengan demikian apapun kebijakan pemerintah akan dapat direalisasikan di lembaga pendidikan, dan dengan potensi yang matang guru berperan sebagai penyalur minat siswa yang tinggi dan menjadi pendorong terwujudnya sasaran pembelajaran, dukungan orang tua sebagai pengontrol keberhasilan peserta didik di luar lingkungan sekolah, peran serta dan kepedulian masyarakat menjadi wadah evaluasi dalam mengaplikasikan hasil pendidikan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar